Monday 17 March 2014

Pandangan Alkitab Tentang Anak-Anak



Alkitab memberi tempat yang penting untuk anak-anak. Karena itu, Alkitab Perjanjian Lama dan Baru, banyak berbicara tentang anak-anak.

1. Perjanjian Lama
1. Anak-anak sebagai bagian dari Perjanjian Allah (part of the covenant theology): Kej.1:28; Ul.4:9-10; 6: 7-9; Yos.24:15.

2. Anak-anak merupakan pernyataan berkat Allah: Maz.127:3-5; bandingkan dengan 1Sam.1:10-11.

3. Anak-anak adalah kudus: Ezra 9:2
4. Anak-anak adalah milik pusaka dari pada Tuhan (Maz.127:3)
5. Anak adalah mahkota orang tua (Ams.17:6)
6. Berkat Allah kepada Anak-anak: Maz.25:13; 37:25; 89:5; 107:13; 112:2; 144: 12; Yes.44:3

2. Perjanjian Baru

1. Dalam hal ini, kita perlu untuk memperhatikan sikap Yesus terhadap Anak-anak. Menurut Tuhan Yesus, anak-kecil adalah model untuk menerima kerajaan Surga (Mat.18:1-4). Tuhan Yesus merindukan kehadiran anak-anak (yang dianggap pengganggu) dan memberkati mereka (Mk.10:13-16); menyembuhkan mereka (Luk.9:37-43). Peringatan Tuhan Yesus yang sangat keras berhubungan dengan anak-anak: Mat.18:6.

2. Sebagaimana PL, PB menegaskan bahwa anak-anak adalah bagian dari perjanjian Allah (Kis.2:39).

3. Sebagaimana PL, PB juga menjadikan kehadiran anak sebagai salah satu tanda berkat Allah (Luk.1:7,25)

4. Allah telah menyediakan puji-pujian di dalam hati anak-anak. Mat.21:15-16.

Bagaimana kepribadian Anak-Anak terbentuk?

Pembentukan kepribadian anak bukanlah merupakan hal yang sederhana.

Kita akan menyoroti beberapa faktor yang penting yang secara bersama membentuk kepriadian anak-anak:

1. Faktor keturunan: Pengaruh empat kakek/nenek dan dua orang tua
2. Faktor keluarga: positif? negatif? Rumah sebagai “home” atau seperti hotel?
3. Faktor sekolah: pola dan gaya hidup serta sistim yang diterapkan.
4. Faktor pergaulan: siapa saja teman bermainnya?
5. Faktor rekreasi: jenis rekreasi apa yang dipilih? Sehat secara jasmani, mental dan rohani?

  Anak Utuh dan Metode pembinaan

Mendidik Anak Utuh? Apa maksudnya? Ini berarti bahwa kita diminta untuk memperhatikan pendidikan anak, bukan secara partial, misalnya hanya menekankan unsur kemampuannya intellek atau rasionya supaya dia menjadi juara. Anak yang dididik secara utuh berarti memperhatikan semua unsur di dalam diri anak-anak tsb, seperti kerohanian, rasio, emosi, mental, dll.

Jadi, tema ini mengingatkan kita agar memperhatikan keseluruhan diri anak tersebut, dalam arti memiliki relasi yang benar dengan:

a) Allah: Anak bertumbuh dalam kerohaniannya, semakin dewasa. Mendorong anak untuk melalkukan ibadah pribadi dan ibadah di Gereja.

b) Diri sendiri: memiliki nilai-nilai yang benar terhadap diri dan terhindar dari perasaan minder dan superior.

c) Keluarga. Sesungguhnya, pendidikan dimulai di tengah-tangah keluarga. Anak harus dididik dan didorong untuk menerapkan semua nilai-nilai luhur sebagaimana diajarkan oleh firman Tuhan, dan menjauhkan segala hal-hal yang dilarang. Sebagai contoh, anak yang mampu mentaati otoritas orang tua, akan mampu mentaati otoritas guru di sekolah. Demikian sebaliknya. Anak yang belajar mengasihi dan menyangkali diri di rumah, akan menjadi modal yang baik dalam pergaulannya. Sebaliknya, anak yang egois dan selalu menang sendiri, akan mengalami kesulitan di masyarakat.

d) Masyarakat: Termasuk di sini adalah mendidik anak untuk memiliki sikap yang benar di sekolah dan di Gereja. Kita harus terus menerus mengingatkan anak untuk memiliki sikap yang benar terhadap pendidikan (pelajaran) dan ibadah. Demikian juga mendorong mereka untuk bersikap hormat kepada guru, kakak pembina, pendeta, dan bagaimana membina relasi yang baik dengan teman-temannya.

e) Lingkungan. Kerusakan yang terjadi di lingkungan kita, seperti adanya banjir, polusi, dll tidak dapat diatasi oleh sekelompok orang. Semua pihak harus berusaha memperbaiki dan mengatasi lingkungan. Sebagai contoh, mendidik anak untuk merawat tanaman, membuang sampah dengan benar, mengajak anak-anak membersihkan selokan, dll.

Selanjutnya, bicara soal metode pendidikan yang diterapkan, sesungguhnya tidak ada metode yang khusus yang dapat diterapkan kepada anak-anak. Mengapa? Karena setiap anak memiliki keunikan masing-masing. Itulah sebabnya, metode tertentu mungkin tepat bagi anak tertentu, tetapi tidak tepat dan mengakibatkan kegagalan bagi anak lainnya.

Mari kita perhatikan kedua belas hal-hal berikut:

1. Tanggung jawab utama ada pada kedua orang tua. Yang lain hanya membantu, pelengkap.
2. Keteladanan: Like father, like son.
3. Didik dalam kasih dan ajaran Tuhan (Ef.6:4)
4. Nyatakan penerimaan kepada anak, begaimana pun kondisinya
5. Namun demikian, harus tetap tegas dalam pengajaran dan mendisiplin (band: 1Sam.2:11-26, kisah anak-anak Eli.
6. Miliki ketekunan; bukan instant. (Ul.6:6-9)
7. Harus konsisten, baik dalam ajaran, maupun perilaku.
8. Gunakan setiap kesempatan (Ul.6:6-9)
9. Bila perlu, gunakan hukuman: Ams:13:4; 22:15; 23:13-14; 29:15.
10. Jadilah guru: metode DICE.
11. Miliki kedekatan dengan anak: jadilah teman bermain mereka. Cari dan ciptakan sebanyak mungkin jenis permainan yang membuat kita menjadi salah seorang ‘teman’ bermain mereka.
12. Sediakan waktu secukupnya bersama anak-anak. Tidak cukup hanya kwalitas, tapi juga kwantitas. Ingat: kasih menuntut waktu dan pengorbanan. Dan lagi, sesuatu yang sangat penting dan berharga bagi kita dapat diukur dari segi penggunaan waktu kita. Apakah anak-anak, keluarga penting bagi kita? Apakah hal itu terlihat dari waktu dan prioritas yang kita gunakan. Sharingkan.

Kebenaran yang sangat penting tentang keluarga:



1. Penting kita ketahui bahwa keluarga adalah ‘institusi’ pertama yang didirikan Allah, bukan Gereja, bukan sekolah, dll (Kej.2:18-25).

2. Keluarga Kristen di dunia merupakan pusat dan tujuan dari perjanjian Allah (as the center of God’s covenant purpose). Perhatikan penetapan Allah pada Kej.12:3, di mana melalui berkat Allah kepada Abraham sekeluarga, seluruh bumi akan diberkati.

3. Keluarga Kristen di dunia merupakan miniatur keluarga Allah di dalam kekekalan. Itulah sebabnya keberhasilan kita membangun keluarga Kristen yang benar, pada saat yang sama merupakan kesaksian akan keluarga Allah. Sebaliknya, jika kita gagal membangun keluarga kita, maka sebagai anak-anak Allah, kita juga gagal menunjukkan keindahan keluarga Allah. Perhatikan gambaran bapa dan ibu yang diberikan kepada Allah di dalam Alkitab (Ef.3:14-15; Maz.103:13; Yes.66:13).

Karena itu, kita mengerti jika keluarga menjadi sasaran pekerjaan iblis dalam merusak kerajaan Allah. Itulah sebabnya, di dalam anugerah Allah kita harus melakukan yang terbaik dalam membangun keluarga yang berkenan kepadaNya (keluarga tangguh).

BAGAIMANA MEMBANGUN KELUARGA YANG TANGGUH?

Efesus 5:15-21. Herbert dan Zelmyra Fisher adalah pasangan yang memiliki pernikahan yang paling awet di dunia. Tahun 2010 lalu mereka merayakan wedding anniversary ke 86, di usia Herbert yang ke 104, sementara Zelmyra berusia 102 tahun. Kuncinya menurut mereka yaitu, saling menghargai, berkomunikasi dan saling mencintai. Alkitab memberikan beberapa petunjuk agar kita dapat membangun keluarga yang tangguh dalam mengatasi konflik: 1. Mempergunakan Waktu dengan Baik - ayat 16 Waktu menurut Alkitab adalah pemberian TUHAN Allah yang sangat berharga kepada kita. Namun waktu itu singkat dan harus digunakan sebaik-baiknya dengan bijaksana. Filsuf William James berkata: "Penggunaan waktu yang paling baik adalah yang berkaitan dengan kekekalan". Justru banyak orang menyesal mengapa mereka tidak gunakan banyak waktu waktu bersama keluarga. Sebelum penyesalan datang terlambat, mari benahi hidup kita mulai hari ini khususnya dalam penggunaan waktu. 2. Miliki Hikmat TUHAN Allah - ayat 15, 17 Keluarga yang tangguh ditandai dengan adanya hikmat TUHAN Allah. Hikmat itu melebihi kepandaian. Kepandaian berarti memiliki berbagai informasi dan pengetahuan di akal, namun hikmat atau kebijaksanaan memampukan kita mengaplikasikan pengetahuan itu menjadi sesuatu yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip kebenaran firman TUHAN Allah itu, misalnya yang tercantum dalam kitab Amsal ketika kita pahami dan terapkan akan membuat kita mampu menjadi pria yang saleh, wanita yang berbudi, orang tua yang mampu mendidik anak dengan baik. 3. Mengalami Kepenuhan Roh Kudus - ayat 18 Keluarga yang tangguh adalah keluarga yang dikendalikan Roh Kudus, bukan oleh hawa nafsu atau perkara lainnya. Ada tiga ciri keluarga yang penuh Roh Kudus, yaitu: a) hidup dalam pujian penyembahan - ayat 19; b) hidup dalam pengucapan syukur - ayat 20; c) hidup dalam kerendahan hati - ayat 21. Keluarga tangguh bila anggota keluarga saling merendahkan hati satu sama lain. Ini terjadi bila suami-istri saling menghargai, tidak mementingkan diri sendiri tapi menganggap pasangannya lebih utama dari dirinya.

10 KEPRIBADIAN LUAR BIASA



1. TULUS -- Ketulusan membuat orang lain merasa aman dan dihargai karena yakin tidak akan dibodohi atau dibohongi.

2. RENDAH HATI -- Hanya orang yang kuat batinnya yang bisa bersikap rendah hati. Orang yang rendah hati bisa mengakui dan menghargai keunggulan orang lain.

3. SETIA -- Orang yang setia bisa dipercaya dan diandalkan. Dia selalu menepati janji, punya komitmen yang kuat, rela berkorban dan tidak berkhianat.

4. POSITIVE THINKING -- Orang berpikiran positif selalu berusaha melihat segala sesuatu dari kacamata positif, bahkan dalam situasi yang buruk sekalipun.

5. CERIA -- Artinya bisa menikmati hidup, tidak suka mengeluh, dan selalu berusaha meraih kegembiraan.

6. TANGGUNG JAWAB -- Ia akan melaksanakan kewajibannya dengan sungguh-sungguh. Kalau salah, berani mengakuinya dan tidak mencari kesalahan orang lain.

7. PECAYA DIRI -- Mampu menerima dirinya sebagaimana adanya, menghargai dirinya dan orang lain. Juga mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

8. BERJIWA BESAR -- Ia tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh rasa benci dan permusuhan. Ketika menghadapi masa-masa sukar dia tetap tegar!

9. EASY GOING -- Maksudnya, tidak suka membesar-besarkan masalah kecil atau berusaha mengecilkan masalah besar. Dia tidak mau pusing dengan masalah yang berada di luar kontrolnya.

10. EMPATI -- Orang yang berempati bukan saja pendengar yang baik tapi juga selalu berusaha memahami dan mengerti orang lain.