Bab
I – Pendahuluan
Berpacaran
adalah konsep masyarakat modern, artinya baru beberapa puluh tahun inilah kita
mengenal konsep tersebut. Di masa lampau hal ini tidak di kenal karena
perkawinan biasanya diatur oleh pihak keluarga atau orang tua kedua belah pihak.
Mengapa demikian? Karena
memang perkawinan bukan cuma masalah pribadi kedua orang yang terlibat saja,
melainkan mempunyai dampak yang luas kepada keluarga dan seluruh masyarakat
sekitarnya. Dengan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi membawa suatu
perubahan besar bagi generasi muda, mereka belajar bersama dan bergaul bersama
dan menuju kedewasaan bersama. Dalam pergaulan sering kali berkembang pada
hubungan-hubungan yang khusus yang menjurus ke pada persahabatan atau kepada
pacaran.
Bab II – Arti dari Pacaran
Pacaran
adalah dampak dari pergaulan sehingga munculah hubungan (muda-mudi), dua orang
yang tidak sejenis, berdasarkan rasa cinta. Jadi berpacaran adalah suatu proses
di mana seorang laki-laki dan perempuan menjajaki kemungkinan adanya kesepadanan
di antara mereka berdua yang dapat dilanjutkan ke dalam perkawinan. Jadi
apabila kita melihat pengertian di atas, maka berpacaran itu bukanlah sekedar
bersenang-senang melampiaskan nafsu, mengisi kekosongan, tetapi di dalam
berpacaran itu ada suatu keseriusan dan kesungguhan untuk menjalin hubungan
kedua belah pihak, yang menuju kepada suatu pertunangan. Namun pada umumnya
orang salah menginterpretasikan persepsi pacaran yang sesungguhnya yaitu dengan
cara menyalahgunakan praktek berpacaran itu sendiri, sehingga menimbulkan
dampak yang negatif dan tidak jarang kedua belah pihak saling merugikan,
misalnya:
- Ganti-ganti pacar.
- Saling mendewakan.
- Melampiaskan nafsu seksual yang tidak wajar dan belum saatnya di lakukan pada tahap itu.
Sayangnya
banyak orang terburu-buru dalam proses ini, sehingga masih terlalu muda, sudah
ada remaja yang jatuh cinta dan bahkan merasa yakin bahwa orang yang diidamkan
itu pasti merupakan pasangan hidupnya, ada juga pada masa pacaran orang sudah
memanggil papi dan mami. Padahal belum tentu mereka akan menjadi suami istri.
Apa yang terjadi apabila ternyata hubungan tersebut putus! Yang terjadi adalah
kepahitan dan kekecewaan yang sangat mendalam karena seolah-olah seluruh
harapan sudah ditumpahkan kepada sang pacar. Pacaran berbeda dengan
persahabatan, pertunangan, dan pernikahan karena pacaran adalah hubungan dua
orang yang tidak sejenis berdasarkan cinta. Persahabatan berlangsung antara dua
orang atau lebih yang mempunyai hubungan yang lebih baik. Pertunangan adalah
suatu masa yang lebih mendalam dari pada masa berpacaran. Dalam masa ini, suatu
pasangan sudah tiba pada tahap perencanaan yang lebih matang untuk memasuki
kehidupan keluarga. Pernikahan adalah bersatunya dua lawan jenis menjadi satu
daging dan menjadi satu lembaga yaitu Keluarga.
Bab III – Pacaran Menurut Alkitab
Telah
dikatakan dalam Bab I bahwa pacaran itu adalah konsep masyarakat modern, dan
secara tertulis Alkitab tidak pernah menyinggung soal kata pacaran ini, tetapi
ada kisah-kisah dalam Alkitab yang menceritakan kisah hidup seorang pemuda yang
begitu sangat mencintai seorang wanita, namanya Yakub (Kej. 29:18). Kisah ini
memang tidak dicatat secara terperinci bagaimana sikap kedua insan ini, tetapi
yang jelas Yakub mendapatkan Rahel, setelah ia bekerja dengan penuh kesungguhan
selama tujuh tahun tujuh hari, tetapi ia harus menambah selama tujuh tahun
lagi. Ini membutuhkan suatu ketabahan/kesabaran yang luar biasa. Dalam
perjanjian baru mengenai pacaran ini hanya tersirat yaitu bagaimana sikap
seorang Kristen misalnya (Roma 12:20) di mana sistim pacaran dunia tidak dapat
dipakai oleh seorang Kristen ketika ia ada pada masa-masa pacaran. Dipihak lain
Paulus menasihatkan anak didiknya Timotius yang masih muda itu supaya bisa jadi
teladan dari hal percaya, perkataan, tingkah laku, kasih, kesetiaan dan
kesucian agar orang tidak melihat atau menganggap rendah Timotius masih muda
itu. Melihat hal-hal diatas, maka mari kita melihat bagaimana cara anak Tuhan
berpacaran menurut konsep Alkitabiah:
3.1. Pacaran itu harus didasari Kasih Allah
Apa
tujuan kita pacaran? Apakah hanya mengisi kekosongan dalam hidup kita,
keinginan dalam hidup kita, keinginan mata atau hal-hal yang menyangkut kepada
kepuasan diri sendiri, dimana yang menjadi pusat perhatian hanya pada diri
sendiri. Sehingga pada masa pacaran timbul istilah bahwa dunia ini hanya milik
mereka berdua, dan tai gigipun akan rasa coklat … dan sebagainya, … dsb.
Orang dunia mengatakan bahwa asmara itu adalah cinta dan itu sangat dibutuhkan bagi orang yang berada pada masa pacaran. Menurut kamus, asmara itu mempunyai dua pengertian yaitu:
Orang dunia mengatakan bahwa asmara itu adalah cinta dan itu sangat dibutuhkan bagi orang yang berada pada masa pacaran. Menurut kamus, asmara itu mempunyai dua pengertian yaitu:
- Cinta Kasih.
- Cinta birahi, dimana seorang anak muda digoda dan tergila-gila pada pasangannya.
Pada
dasarnya asmara itu bukan cinta, karena asmara itu naksir/keinginan yang semua
ini berpusat pada diri sendiri. Cinta kasih atau Kasih itu menurut Alkitab bisa
kita baca dalam 1Korintus 13.4-7. Cinta yang benar tidak dapat dijadikan topeng
untuk satu maksud dan motivasi tertentu, cinta yang benar tidak mementingkan
diri sendiri, melainkan mengutamakan orang lain. Jadi asmara itu tidak sama
dengan cinta sebab dampak dari asmara itu adalah kebalikan dari makna cinta
yang sebenarnya. Yes 13.16, 18, ini merupakan ucapan Tuhan kepada Babil, di
mana anak-anak muda tidak perduli lagi terhadap Kudusnya pernikahan itu.
Sehingga dampaknya kebebasan seks, adanya pengguguran kandungan dsb.
Asmara
itu hanya berpusat pada diri sendiri dan biasanya diiringi dengan nafsu (seks)
dan itulah adalah dosa. Mat 5.28, menginginkannya saja sudah berzina. Simpati
itu bisa saja tetapi naksir itu tidak boleh. Jadi pacaran yang benar harus
berorentasi pada kasih akan Allah, dimana kepentingan Allah yang harus
diutamakan atau diprioritaskan dalam hubungan pacaran itu. Kita harus
menunjukkan gaya hidup yang disetujui oleh Allah, bukan berpusat pada diri
sendiri. Kasih akan Allah ini membuat kita mengikuti aturan main yang Allah
berikan, diantaranya: 2Korintus 6.14 ….
Meskipun pada tingkat tubuh dan jiwa pasangan yang tidak seimbang itu dapat bersatu, namun dalam tingkat roh terjadi kekosongan. Pasangan itu tidak dapat berdoa bersama-sama dan tidak dapat menyelesaikan masalah-masalah yang menggoncangkan hubungan mereka dengan Tuhan. Akibat dari hal ini kepentingan pribadi akan didahulukan dari
kepentingan Allah.
Meskipun pada tingkat tubuh dan jiwa pasangan yang tidak seimbang itu dapat bersatu, namun dalam tingkat roh terjadi kekosongan. Pasangan itu tidak dapat berdoa bersama-sama dan tidak dapat menyelesaikan masalah-masalah yang menggoncangkan hubungan mereka dengan Tuhan. Akibat dari hal ini kepentingan pribadi akan didahulukan dari
kepentingan Allah.
Jika
berpacaran yang benar harus didasari kasih akan Allah, maka dalam hal
berpacaran kita harus berani bertanya kepada Tuhan, mengapa demikian? Karena
pacaran itu merupakan suatu persiapan kita masuk pada pertunangan dan
pernikahan. Jika pacaran itu didasari atas diri kita sendiri, itu seringkali
membawa hasil kekecewaan, misalnya ketika kita mengambil sikap memutuskan dia;
syukur bila yang kita putuskan itu tidak kecewa, tetapi apabila ia merasa
kecewa / sakit hati maka itu berarti kita telah melakukan pembunuhan dan bisa
jadi pasangan kita itu akan meninggalkan Tuhan bahkan menjadi murtad. Ini
berarti kita berdosa kepada Tuhan.
Percayailah
Allah dalam segala hal karena Ia itu Maha Tahu yang tentunya tahu apa yang
menjadi kerinduan / kebutuhan kita bahkan Ia menjanjikan masa depan yang penuh
harapan, lihatlah Yeremia 29.11; Amsal 23.18. Jadi pacaran yang benar harus di
dasari dengan Kasih Allah sehingga orientasi pergaulan itu hanya ada di dalam
tubuh Kristus. Bukan berdua-berdua, karena akibat dari berdua-duaan itu
‘nenek bilang … berbahaya’.
3.2. Harus mengikuti standar moral Alkitab
Apakah
dalam berpacaran dibenarkan perpegangan tangan, berciuman, bermesraan dsb?
Telah dikatakan tadi dalam Roma 12.12 bahwa jangan kita menjadi serupa
dengan dunia atau dengan kata lain jangan berpacaran ala orang
dunia. Berpacaran cara duniawi berbeda dengan berpacaran yang Alkitab
/ berpacaran yang bertanggung jawab kepada Tuhan. Perbedaannya yaitu:
Pacaran
duniawi bertujuan mencari pengalaman dan kenikmatan dalam hubungan cinta
dengan pertimbangan: mungkin besok sudah mencari pacar baru lagi. Pacaran yang bertanggung jawab kepada Tuhan melihat
hubungan pacaran sebagai kemungkinan titik tolak yang menuju lorong rumah
Nikah.
Pacaran
duniawi memanfaatkan tubuh pasangannya untuk memuaskan perasaan seksual,
mula-mula pada tingkat ciuman dan pelukan, namun kemudian gampang menjurus
kepada tingkat hubungan seksual. Pacaran yang bertanggung jawab
kepada Tuhan melihat Tubuh pasanganya sebagai rumah kediaman
Roh Kudus (1Korintus 3.16) yang dikagumi dan di hargai
sebagai ciptaan Allah yang nanti di miliki dalam rumah nikah, di mana
mereka saling menerima satu dengan yang lain dari tangan Tuhan.
Pacaran
duniawi, berorientasi masa kini (sekarang). Oleh karena itu sering mengakibatkan luka-luka yang
dalam, bila terjadi perpisahan. Pacaran yang bertanggung jawab kepada
Tuhan berorientasi pada masa depan (hari esok). Mereka membatasi segala
hubungan intim jasmani dengan kesadaran bahwa pacaran ini belum mengikat.
Masing-masing harus dapat melepaskan satu dengan yang lainnya
(bila terjadi ketidak cocokan) tanpa saling melukai.
Standar
Alkitab tentang pacaran yaitu 1Tesalonika 4.3 yaitu Allah berkehendak
supaya kita ada dalam kekudusan. Jangan
merusak Bait Allah yang di dalamnya Roh Allah bertahta. Mat 5.27-28; Kid
2.7; 3.5; 8.4. Efesus 4.27 mengatakan janganlah beri kesempatan pada iblis
sebab dengan kita membuka celah berarti kita telah memberi kesempatan
untuk melakukan sesuatu yang tidak Allah kehendaki. Dosa seks akan membawa
kita perlahan-lahan masuk pada dunia free seks. Hubungan badani (senggama)
antara lawan jenis itu tidak akan berlangsung ketika dua pasangan itu
baru mengenal. Ciuman dan pelukan antara seorang pemuda dan pemudi
merupakan kontak fisik untuk mendapatkan seksuil dan kenikmatan. Ada empat
tingkat intensitas hubungan fisik, di mulai dari yang paling lemah sampai
yang paling kuat. Keempat tingkat tersebut ialah:
- Berpegangan tangan.
- Saling memeluk, tetapi tangan masih diluar baju.
- Berciuman.
- Saling membelai dengan tangan di dalam baju.
Ransangan
seksuil yang terus menerus akan menciptakan dorongan biologis yang terus
memuncak. Ketika dorongan seks menggebu-gebu, kedewasaan, kecerdasan, dan
pendirian-pendirian serta iman seringkali tidak berfungsi, atau tersingkir
untuk sementara. Banyak pasangan muda berkata bahwa ciuman itu normal,
karenan ciuman itu adalah kenikmatan pada masa pacaran dan dianggap akan
lebih mengikat tali kasih antara dua belah pihak. Itu adalah pendapat
yang sangat keliru karena Alkitab memberikan penjelasan bahwa dampak dari
hubungan itu akan membuat seorang merasa bersalah bahkan bisa merubah
sayang itu menjadi benci. Contoh 2Samuel 13.1-15. Cerita
ini mengisahkan anak-anak Daud yaitu Amnon dan Tamar di mana Amnon
begitu mencintai Tamar, sampai-sampai ia jatuh sakit karena keinginannya
untuk memiliki Tamar. Tetapi pada ayat 15 menceritakan setelah mereka
jatuh pada dosa seks, timbullah suatu kebencian dalam diri Amnon terhadap
Tamar, ini berarti bercumbuan bukan merupakan jaminan akan cinta sejati.
Paulus
dalam suratnya kepada jemaat di Efesus (Ef 4.17-21) supaya anak Tuhan
jangan jatuh pada hal berciuman dan lain-lain yang merangsang dalam masa
berpacaran karena itu bertentangan dengan Alkitab. Dengan demikian
orang-orang Kristen harus menghindari percumbuan dalam masa
berpacaran, sebab tindakan tersebut merupakan penyerahan diri
kepada seksualitas, membiarkan hawa nafsu berperan, yang
nantinya akan membawa kepada kecemaran dan pelanggaran
kehendak Allah. Lebih jauh lagi pengajaran-pengajaran moral
Paulus kepada anak muda Kristen di mana saja. 1Timotius 5.22 bagian
akhir “jagalah kemurnian dirimu”. Yesaya 5.20 celakalah yang mengatakan
kejahatan itu baik dan kebaikan itu jahat. Wahyu 18:2-3 keindahan tubuh
telah dipakai setan untuk menghancurkan nilai-nilai iman Kristen. Akhirnya
kita akan melihat hubungan seksual muda-mudi sebelum pernikahan dalam
konteks Alkitabiah yaitu:
- Dalam perjanjian Lama Ulangan 22.13-30 Ungkapan ini menunjukkan betap tingginya nilai keperawanan, Amsal 7.13,27.
- Dalam Perjanjian Baru 1Korintus 6.10 Hubungan seksual di luar pernikahan adalah percabulan. 1Korintus 6.13,18,19 Jauhkan dirimu dari percabulan, tubuh kita bukan untuk percabulan.
Hubungan
seksual diluar nikah bukan hanya masalah pribadi melainkan
mengikutsertakan Tuhan, I Tesalonika 4:3-5,8. Jadi berpacaran itu
mempunyai batas-batas tersendiri, karena pacaran itu tidak sama dengan
pertunangan dan perkawinan. Artinya sang pacar itu bukanlah suami
atau isteri sehingga tidak boleh diperlakukan demikian. Oleh karena
itu ada baiknya apabila orang berpacaran pergi bersama-sama dengan
teman-teman atau anggota keluarga yang lain sehingga selalu ada rem yang mampu
mengendalikan semua tingkah laku.
Bab IV – Kesimpulan
Agar
pemuda-pemudi di dalam Kristus tidak berdiri dengan menangis dan menyesal
pada puing-puing ketentuan yang mereka sudah setujui bersama pada awal
hubungan mereka, haruslah mereka berorientasi dalam segala pergaulan
mereka kepada ke empat nasihat Firman Tuhan yaitu:
- Berdoalah senantiasa, 1Tes 5.17; khususnya pada waktu pacaran.
- Ucapkanlah syukur senantiasa atas segala sesuatu, Ef 5.20; apakah semua pengalaman pada waktu berpacaran menimbulkan ucapan syukur?
- Lakukanlah segala sesuatu berdasarkan iman, Roma 14.23 setiap langkah dalam hubungan pacaran mempunyai dimensi ke atas yaitu tanggung jawab kepada Tuhan.
- Pandanglah tubuhmu dan tubuhnya adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu. Kamu bukanlah milik kamu sendiri, kamu sudah dibeli! Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu (1Korintus 6.19-20).
No comments:
Post a Comment